Begini Tanggapan Ray Rangkuti Soal Gugatan Masa Jabatan Wapres di MK  

Begini Tanggapan Ray Rangkuti Soal Gugatan Masa Jabatan Wapres di MK  

RIAUMANDIRI.CO, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (Lima) Ray Rangkuti mengatakan, apabila Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur mengenai masa jabatan wakil presiden, maka hal itu akan melukai demokrasi. Ray khawatir kekuasaan rawan dipermainkan jika gugatan itu dikabulkan.

"Filosofi dari tidak boleh dua kali menjabat itu sebenarnya membatasi orang tidak boleh berkuasa selama 10 tahun. Entah 10 tahun itu berturut-turut atau tidak," kata Ray, Sabtu (21/7/2018).

Menurut Ray, berkuasa 10 tahun merupakan waktu yang sangat lama. Meskipun dilakukan berturut-turut atau terpisah periode tertentu, berkuasa lebih dari 10 tahun dinilai Ray berlebihan. Hal ini akan melukai demokrasi. "Demokrasi kita akan cetek," tegasnya.


Selain itu, ia melanjutkan, dalam pemerintahan nanti tidak akan ada regenerasi dan wacana. Kekuasaan pun akan rawan dipermainkan. Hal tersebut tentunya bukan hal yang diinginkan negara demokrasi seperti Indonesia.

Meskipun demikian, apabila uji materi tersebut diterima, Ray meragukan JK akan terpilih kembali menjadi cawapres Jokowi. Pasalnya, ia menilai sosok JK bukan pasangan yang tepat untuk Jokowi khususnya pada Pilpres 2019 yang didominasi pemilih milenial. "Saya tidak terlalu yakin itu akan mendorong pemilih muda khususnya, untuk memberikan suara ke pasangan ini," ujarnya.

Seperti diketahui, berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Jusuf Kalla tidak bisa mencalonkan diri lagi menjadi cawapres karena sudah dua periode. Adapun, Partai Perindo mengajukan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menggugat pasal 169 huruf n yang menghalangi Jusuf Kalla bisa maju sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2019.

Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa capres-cawapres bukanlah orang yang pernah menjadi presiden atau wakil presiden sebanyak dua periode. Sementara itu, Jusuf Kalla sudah dua kali menjabat sebagai wakil presiden, yakni pada 2004-2009 dan 2014-2019.  Perindo sebagai partai peserta pemilu merasa dirugikan oleh kehadiran pasal tersebut. Sebab, pasal itu menghalangi Perindo untuk mengajukan Jusuf Kalla sebagai cawapres pada Pemilu 2019.

Sebelumnya, MK menyatakan tak menerima uji materi UU 7/2017 tentang pemilu terkait masa jabatan presiden dan wakil presiden. Dalam beleid tersebut mengatur bahwa presiden atau wapres yang pernah menjabat dua kali masa jabatan tidak bisa lagi mencalonkan diri.

Uji materi ini sebelumnya diajukan oleh perseorangan Muhammad Hafidz dan Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar. Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan pemohon tidak memiliki legal standing atau kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Menurut hakim, ketentuan itu tak berdampak langsung kepada pemohon.

Sementara juru bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Husain Abdullah, menjelaskan alasan JK menjad pihak terkait dalam gugatan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai masa jabatan wakil presiden. JK menjadi pihak terkait untuk membantu mencari kepastian hukum.

Husain menjelaskan, pihak yang menggugat Undang-undang tersebut adalah Partai Perindo yang merasaka dirugikan hak konstitusionalnya. Sementara JK hanya sebagai pihak terkait.

Dalam gugatannya, Perindo menyebutkan JK sebagai calon wakil presiden dan untuk saat ini satu-satunya Warga Negara Indonesia yang pernah menjabat wakil presiden dua kali. Karena itu, JK sangat terkait dengan gugatan ini.

Sebagai obyek yang dipersengketakan, JK dapat membantu MK dalam mencari kepastian hukum atas gugatan pemohon. “Di situlah kenegarawanan JK yang diabdikan untuk mencari kepastian hukum tentang masa jabatan presiden dan wakil presiden," kata Husain dalam pernyataan resminya kepada Republika.co.id, Sabtu (21/7).